Pindah rumah, pindah kos, packing seru. Saya nikmati semua proses adaptasi lingkungan baru. Tapi tidak untuk sesi pindah kali itu. Saya harus memilih melanjutkan karir (yang sepertinya akan gemilang) di kota atau pindah mengikuti domisili calon suami. Jika saya tetap tinggal di kota peluang untuk menjadi perempuan berdaya dari sisi materi dan kepuasan ragawi dengan segala macam fasilitas akan tersedia. Jika saya memilih mengikuti keinginan sang calon suami, maka saya harus rela bersepi-sepi di kota pesisir pantai utara menyaksikan orang memegang canting dan menarikannya di atas sehelai kain panjang. Tidak akan ada waktu kunjungan ke aneka pameran megah di JCC atau Kemayoran . Tidak ada lagi jalan-jalan menelusuri kota tua dan duduk termenung di pojokan museum. Tidak ada lagi agenda bangun pagi-terburu-buru- hari Ahad , demi mendapat shaf depan di Masjid Sunda Kelapa. Tidak ada lagi… “Bunda, aku bangun pagi !” Terdengar suara...