Skip to main content

I’M MOVING and I’M HAPPY



Pindah rumah, pindah kos, packing seru. Saya nikmati semua proses  adaptasi lingkungan baru. Tapi tidak untuk sesi pindah kali itu. Saya harus memilih melanjutkan karir  (yang sepertinya akan gemilang) di kota atau pindah mengikuti domisili calon suami. 

Jika saya tetap tinggal  di kota peluang untuk menjadi perempuan berdaya dari sisi materi dan kepuasan ragawi dengan segala macam fasilitas akan tersedia.

Jika saya memilih mengikuti keinginan sang calon suami, maka saya harus rela bersepi-sepi di kota pesisir pantai utara  menyaksikan orang memegang canting dan menarikannya di atas sehelai kain panjang.  Tidak akan ada waktu kunjungan ke aneka pameran  megah di JCC atau Kemayoran . Tidak ada lagi jalan-jalan menelusuri kota tua dan duduk termenung di pojokan museum. Tidak ada lagi agenda bangun pagi-terburu-buru- hari Ahad , demi mendapat shaf depan di Masjid Sunda Kelapa. Tidak ada lagi…

“Bunda, aku bangun pagi !” Terdengar  suara lelaki kecil  dari arah belakang. Saya membalikkan badan dan memeluknya. “Keenan pintar, Bunda selesaikan cuci piring, setelah itu  Keenan mandi ya. Mumpung masih pagi, air masih nyala kenceng dan segar.”

Kesibukan saya enam tahun terakhir adalah pagi sebelum shubuh, menyiapkan sarapan  untuk keluarga dan perlengkapan sekolah anak. Iya, saya memilih  mengikuti saran calon suami untuk pindah ke kotanya. Dengan segala konsekuensi.

Kaget awalnya, kemudian beradaptasi. Segala hal terjustifikasi dengan sendirinya, tidak mudah, namun dijalani saja dengan riang. Apalagi ada pangeran kecil yang celotehnya semakin menggemaskan.

Nikmati saja :-)

Comments

popular post

Merencanakan Pendidikan Anak Sejak Dini, Perlukah ?

Jadi Bapak Rumah Tangga, Kenapa Tidak ?

Serba-serbi Kurikulum 2013 (K13)

Kapan Waktu Terbaik Mengajarkan Anak Naik Sepeda?