Facebook itu madu sekaligus racun. Manis rasanya saat stalking status teman sehingga tahu aktivitasnya, namun menjadi
racun saat waktu 2 jam terbuang untuk baca atau sekedar urun(bagi) jempol.
Selintas saja membaca status teman yang sedang terbang di atas pegunungan Alpen membuat mata saya
berkaca. Asyiknya bisa tamasya keluar negeri. Scholarship atau bahkan bekerja disana. Ada beberapa teman yang berstatus abdi negara pernah
mencicipi hidup di luar negeri mulai dari cuma Singapura, Korea, Australia,
Inggris , Swedia, Belanda hingga Perancis !
Ngiri ! Itu yang saya rasakan, kenapa dulu saya tidak
belajar TOEFL dan conversation lebih
keras sehingga scholarship akan
berpihak pada waktu saya masih bujang sehingga living
abroad bukan sekedar mimpi. Sementara sekarang, saya terdampar di daerah
pesisir pantai utara menyaksikan warga lokal menarikan canting diatas selembar kain. Warna-warni
hasilnya sebagai salah satu kekayaan budaya
Indonesia, batik.
Pun kemarin baru saja create grup baru, Alumni SMP. Lebih dari 15 tahun tak pernah
bertemu. Walau sedikit roaming,
dapatlah saya cerita hidup dari teman-teman. Mulai dari ibu rumah tangga
bermukim di Malaysia, abdi negara, karyawan pabrik, pejabat pemerintahan hingga
wirausaha muda sukses. Masih bisa mengingat jelas seperti apa dahulu kala SMP
dan seperti apa sekarang. Pintar secara akademis tidak selalu menjadi pejabat
atau sukses materi. Bahkan anak yang
dulunya pethakilan (usil) bisa mempunyai 5 toko seluler, rental mobil, warung makan, dan billiard&lounge ! Ajaibnya si bos muda ini gayanya
masih sama seperti dulu, kocak.
Ngiri ! Itu yang saya rasakan.Ngiri pada jalan
hidupnya yang terlihat mudah mendapatkan rezeki.
Kemudian saya menyesal, kenapa dahulu sibuk mencari
kerja pada banyak perusahaan. Kenapa tidak berwirausaha seperti si teman ?
Saya berusaha memaafkan diri sendiri. Ada
banyak kenapa yang saya tanyakan pada diri sendiri, melihat pencapaian orang
lain. Membandingkan dengan pencapaian saya sendiri. Bukankah waktu tak mungkin
diputar ulang selain untuk sekedar
melihat kenangan ?
Saya memilih memaafkan diri sendiri dan berdamai dengan masa lalu. Saat kuliah saya
terlalu sibuk organisasi , jalan-jalan,dan hura-hura. Tidak saya siapkan jiwa
wirasusaha sejak dini. Tidak saya siapkan kepantasan untuk mendapatkan sesuatu
yang teman-teman saya dapatkan. Tentu mereka berusaha keras, kerja cerdas dan
doa, sehingga mereka layak.
Senyum si balita Keenan beserta kecerewetannya dan
pak suami yang hobi koleksi diecast adalah pencapaian saya sekarang. Ngantor dan
ngebisnis batik menjadi episode pilihan
hidup.
Karena setiap orang menciptakan dan menjalani
takdirnya sendiri-sendiri.
Ketaqwaan lah yang nilainya tertinggi.
Setuju, tidak ada kata terlambat, dan definisi sukses itu berbeda untuk setiap individu :D Semangat terus ya Mbak :) dan salam kenal!
ReplyDeletehai mbak synta, suka dengan posting tentang yoga. Saya baru 2x ikut kelas yoga di kantor :-)
DeleteGood...
ReplyDeletenuhun sudah mampir, Bu :-)
DeleteSemangatttt
ReplyDeleteIyesssss mbak Mikha
Delete