Bahwa dengan membaca buku bisa membuka wawasan , saya percaya itu. Dua
minggu lalu saya menemukan Ganti Hati-nya Dahlan Iskan seharga sepuluh ribu
rupiah only diantara tumpukan
Gramedia Fair. Seperti kebetulan yang indah, karena baru saja terprovokasi
mencari buku-buku karya Dahlan Iskan setelah membaca salah satu tulisan dalam buku Karya Literasi Kotomono
Ehaka . Sebagai sesama wartawan, Ehaka (alm) paham betul bahwa bahwa Dahlan Iskan adalah sedikit dari pemilik media yang BISA nulis.
Saat dulu membeli buku Anak
Singkong-nya Chaerul Tanjung, sebelum ada stempel bestseller, saya baru tahu, bahwa bisnis konglomerasinya bukan
karena keturunan. Begitupun dengan Dahlan Iskan. Lahir dan besar di desa pelosok Surabaya
dengan segala keterbatasan tidak membuat mimpinya sederhana. Menikmati kemiskinan
yang struktural, begitu salah satu ungkapan dalam buku Ganti Hati. Sejak menjadi wartawan Tempo hingga mengakuisisi sebuah media yang hampir bangkrut di Surabaya , disiplin
tinggi adalah salah satu kunci kesuksesannya membesarkan Jawa Pos Grup.
Berangkat pagi pulang dini hari
adalah ritme kerja awal Dahlan saat membangun Jawa Pos. Kerja kerasnya berimplikasi langsung pada hasil luar
biasa karena Jawa Pos tumbuh tidak hanya seperti cita-cita awal , separuh dari
oplah Surabaya Pos, namun justru melampuinya. Menjadi koran nasional dan selanjutnya media yang menggurita di banyak kota Indonesia.
Didapuk menjadi petinggi salah satu BUMN yaitu PLN, bukanlah mimpi Dahlan . Namun saat negara memberinya tugas mulia, dia jalankan dengan sepenuh jiwa. Saat itu kanker hati sudah menggerogoti daya tahan tubuh kecilnya. Hepatitis B adalah virus yang menyerang ibu dan kakak perempuan Dahlan sebagai akibat belum ada vaksin masa dulu.
Sengaja membeli rumah di dekat Pacifik Place, Dahlan disiplin berjalan kaki menuju kantor
pusat PLN di jalan Trunojoyo. Berangkat pukul 06.00, jalan kaki 35 menit, mandi
di kantor. Maka jam 07.00 pagi sudah siap bekerja. Tidak menghuni rumah dinas
dan tidak memakai mobil dinas. Dahlan berkomitmen membenahi PLN agar tidak
terus merugi. Pasca sukses operasi transplantasi
hati, Dahlan wajib meminum obat sehari dua kali. Tak pernah boleh terlewat satu
kali pun. Tepat pukul 05.00 pagi dan pukul 05.00 sore. Bisa jadi disiplin minum obat itulah merupakan rahasia Dahlan tetap sehat hingga
kini.
Saya iri pada orang-orang yang
sempat menjadi anak buah Dahlan Iskan. Budaya kerja yang dibangun dibarengi gaya
kepemimpinannya yang egaliter membuat memicusetiap
pribadi untuk menunjukkan karya terbaiknya.
Saya sendiri terlahir sebagai
anak kolong dan tumbuh di lingkungan
asrama tentara. Bangun sejak shubuh dan berada di rumah sebelum jam 21.00 adalah aturan tidak tertulis di
keluarga kami. Tepat waktu adalah ajaran pokok Bapak (alm) yang mulai terkikis
saat saya memasuki bangku kuliah. Lebih santai karena jauh dari keluarga. Kini,
saat memiliki seorang junior, pola tepat waktu mulai saya perketat lagi. Karena
kalau si kecil tidak terbiasa disiplin bangun pagi, maka telat ke kantor lah
kami berdua. Rugi bandar, potong uang makan hahaha.
Comments
Post a Comment